A. Dakwah Nabi Muhammad untuk Menyempurnakan Akhlak Manusia
Setelah Nabi Miuhammad SAW menerima wahyu, maka secara resmi beliau telah
diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT. Beliau mempunyai kewajiban untuk membina
umat yang telah berada dalam kesesatan untuk menuju jalan yang lurus. Dakwah
Nabi Muhammad SAW dimulai dari wilayah Makkah di jazirah Arab, walaupun pada
akhirnya ajaran beliau adalah untuk seluruh umat manusia. Jauh sebelum
kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya Allah SWT juga telah mengutus nabi
Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Kedua Rasul ini telahberhasil membina bangsa
Arab dan masyarakat makkah menjadi orang yang beriman dan henya menyembah
kepada Allah SWT. Bahkan kedua Rasul tersebut juga diperintah Allah SWT untuk
membangun Ka’bah di Makkah. Namun dengan berjalanya waktu, keimanan masyarakat
Makkah menjadi luntur dan berubah menjadi kemusyrikan dengan menyembah patung
dan berhala. Mereka tidak hanya mengalami kerusakan dalam hal aqidah, bahkan
akhlaknya juga rusak.
Nabi Muhammad SAW sebagai rasul tidak henti-hentinya berusaha memperbaiki
akhlak masyarakat yang sudah rusak tersebut. Untuk memperbaiki akhlak, maka
Allah SWT telah mengutus rasul yang memang semenjak kecil dikenal oleh
masyarakat sebagai orang yang sangat mulia akhlaknya. Sejak masih kecil,
remaja, sampai dewasa Nabi Muhammad sudah dikenal oleh masayarakat Makkah
sebagai orang yang mempunyai kepribadian baik, berbeda dengan kebanyakan orang
saat itu. Penampilannya pun sederhana, bersahaja, dan berwibawa. Ketika ia
berjalan badannya agak condong kedepan, melangkah sigap dan pasti. Raut mukanya
menunjukkan pikirannya yang cerdas, tajam, dan jernih. Pandangan matanya
menunjukkan keteduhan dan kewibawaan, membuatorang patuh kepadanya. Ia juga
dikenal sebagai orang yang jujur dalam setiap perkataan maupun perbuatan.
Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijah, majikannya menaruh
simpati kepadanya, dan tidak pula mengherankan bila Muhammad diberi keleluasaan
mengurus hartanya. Khadijah juga membiarkannya menggunakan waktu untuk berpikir
dan menuangkan hasil pemikirannya. Akhirnya Muhammad dan Khadijah menikah
menjadi sepasang suami istri yang sangat setia dan memiliki anak-anak yang
shalih.
Muhammad mendapat kurnia Tuhan dalam perkawinannya dengan Khadijah, mereka
berada dalam kedudukan yang tinggi dan harta yang cukup. Seluruh penduduk
Makkah memandangnya dengan rasa segan dan hormat. Mereka mensyukuri karunia
Tuhan yang diberikan kepadanya serta anak dan keturunan yang baik. Semua itu
tidak mengurangi pergaulannya dengan penduduk Makkah baik yang kaya maupun yang
miskin. Dalam kehidupan hari-hari, Muhammad bergaul baik dengan masyarakat
sekitar. Bahkan setelah menikah dengan Khadijah ia lebih dihormati di
tengah-tengah masyarakat. Dengan dihormati orang Muhammad tidak menjadi tinggi
hati, namun ia menjadi semakin rendah hati. Bila ada yang mengajaknya bicara ia
mendengarkan dan memperhatikannya tanpa menoleh kepada orang lain. Perilakunya
yang demikian sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang menjadi
sombong dan congkak ketika dihormati, dan marah-marah ketika merasa tidak
dihormati. Muhammad juga bukan termasuk orang yang suka mengobral perkataan, ia
berkata seperlunya, dan ia lebih banyak mendengarkan. Bila bicara selalu
bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu ia sesekali membuat humor dan
bersenda-gurau. Sifatnya yang jujur tersebut juga sangat berbeda dengan
kebanyakan orang Makkah yang suka berbohong, membual, dan sulit dipercaya.
Setiap bertemu orang Muhammad selalu tersenyum. Pada saat-saat tertentu juga
bercanda dan terkadang tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak
pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya tampak sedikit
berkeringat, hal ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak mau
menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang
dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Ia Bijaksana, murah hati dan
mudah bergaul. Tapi ia juga mempunyai tujuan pasti, berkemauan kuat, tegas dan
tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam
dirinya dan meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang
bergaul dengan dia. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul
rasa hormat, dan bagi orang yang terbiasa bergaul dengannya akan timbul rasa
cinta kepadanya.
Muhammad menjalin hubungan baik kepada penduduk Makkah. Ia juga
berpartisipasi dalam kegiatan sosial dalam kehidupan masyarakat hari-hari. Pada
waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun dari
gunung kemudian menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah
rapuh. Sebelum itupun masyarakat suku Quraisy memang sudah memikirkannya.
Ka’bah yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri mengambil barang-barang
berharga di dalamnya. Hanya saja masyarakat suku Quraisy merasa takut kalau
bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberi atap, dewa Ka’bah yang
suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka. Sepanjang zaman Jahiliyyah
keadaan mereka diliputi oleh berbagai macam legenda yang mengancam bagi
siapapun yang berani mengadakan sesuatu perubahan terhadap Ka’bah. Dengan
demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian itu adalah suatu
keharusan, walaupun masih diliputi rasa takut dan ragu-ragu. Bertepatan dengan
kejadian itu, kapal milik seorang pedagang Romawi bernama Baqum yang datang
dari Mesir terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum adalah seorang ahli
bangunan yang mengetahui masalah perdagangan. Sesudah suku Quraisy mengetahui
hal ini, maka berangkatlah al-Walid bin al-Mughira dengan beberapa orang dari
Quraisy ke Jeddah menemui Baqum. Kapal itu kemudian dibelinya, kemudian
diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke Makkah guna membantu mereka
membangun Ka’bah kembali. Baqum menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di
Makkah ada seorang Kopti yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu.
Persetujuan tercapai bahwa diapun akan bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka’bah oleh suku Quraisy dibagi empat bagian tiap kabilah
mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak
melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu dan khawatir akan mendapat
bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughira tampil ke depan dengan merasa sedikit
takut. Setelah berdoa kepada dewa-dewanya, ia mulai merombak bagian sudut
selatan. Orang-orang menunggu apa yang akan dilakukan Tuhan terhadap al-Walid.
Tetapi setelah sampai pagi hari tak terjadi apa-apa, mereka pun beramai-ramai
merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada. Muhammad pun ikut dalam kerja
bakti itu.
Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan
Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah
perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan
meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Demikian memuncaknya perselisihan
itu sehingga hampir saja timbul perang saudara. Keluarga Abdud Dar dan keluarga
‘Adi bersepakat takkan membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam
kehormatan yang besar ini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga
Abdud Dar membawa sebuah baki berisi darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam
baki itu guna memperkuat sumpah mereka. Karena itu lalu diberi nama La’aqatud
Dam, yakni ‘jilatan darah.’ Abu Umayyah bin al-Mughira dari Bani Makhzum, adalah
orang yang tertua di antara mereka. Ia dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat
keadaan serupa itu ia berkata kepada mereka:
"Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki
pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu,
mereka berseru: "Ini al-Amin (orang yang terpercaya) ; kami dapat menerima
keputusannya." Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada Muhammad.
Iapun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api
permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai
kain," katanya. Setelah kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu
itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya;
"Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini." Mereka
bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu
Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Dengan
demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan. Quraisy menyelesaikan
bangunan Ka’bah sampai setinggi delapanbelas hasta (± 11 meter), dan
ditinggikan dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau
melarang orang masuk. Di dalam Ka’bah itu mereka membuat enam batang tiang
dalam dua deretan dan di sudut barat sebelah dalam dipasang sebuah tangga naik
sampai ke teras di atas lalu meletakkan Hubal di dalam Ka’bah. Juga di tempat
itu diletakkan barang-barang berharga lainnya, yang sebelum dibangun dan diberi
beratap menjadi sasaran pencurian.
Kejadian ini berlangsung saat Muhammad berusia 35 tahun, dan keputusannya
mengambil batu dan diletakkan di atas kain lalu mengambilnya dari kain dan
diletakkan di tempatnya dalam Ka’bah, menunjukkan betapa tingginya kedudukannya
dimata penduduk Makkah, betapa besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai
orang yang berjiwa besar. Pada tahun 611 M, waktu itu Muhammad berusia 40 tahun
beliau menerima wahyu yang pertama. Di puncak Gunung Hira, – sejauh dua farsakh
sebelah utara Makkah – terletak sebuah gua yang sangat kondusif untuk tempat
menyendiri (berkhalwat). Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun Muhammad pergi ke sana dan berdiam di
tempat itu. Ia tekun dalam merenung dan beribadah, menjauhkan diri dari segala
kesibukan hidup dan keributan manusia. Ia mencari Kebenaran tentang keberadaan
Tuhan dan merenungkan keboborokan perilaku sehari-hari masyarakat Arab saat
itu. Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa
ia akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala
yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran.
Ia merenung untuk mencari jawaban mengenai perilaku masyarakat dalam
masalah-masalah hidup. Apa yang disajikan sebagai kurban-kurban untuk
tuhan-tuhan mereka itu, bukanlah sesuatu yang dapat dibenarkan menurut rasio
dan nurani yang jernih. Berhala-berhala yang tidak berguna, tidak menciptakan
dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat memberi perlindungan kepada
siapapun yang ditimpa bahaya tidak selayaknya dipuja dan disembah. Hubal, Lata
dan ‘Uzza, dan semua patung-patung dan berhala-berhala yang terpancang di dalam
dan di sekitar Ka’bah, tak pernah menciptakan seekor lalat sekalipun, atau akan
mendatangkan suatu kebaikan bagi Makkah. Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya
telah tersesat, jauh dari kebenaran.Keyakinan mereka terhadap keberadaan Tuhan
telah rusak karena tunduk kepada khayal berhala-berhala serta
kepercayaan-kepercayaan semacamnya. Kebenaran itu ialah Allah, Khalik seluruh
alam, tak ada tuhan selain Dia. Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta
alam. Dialah Maha Rahman dan Maha Rahim.
Kebenaran itu ialah bahwa manusia dinilai berdasarkan perbuatannya.
"Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atompun akan dilihatNya. Dan
barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat atompun akan dilihatNya pula."
(Qur’an, 99:7-8) Dan bahwa surga itu benar adanya dan neraka juga benar adanya.
Mereka yang menyembah tuhan selain Allah mereka itulah menghuni neraka, tempat
tinggal dan kediaman yang paling durhaka. Tatkala ia sedang bertahanuth, ketika
itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya:
"Bacalah!" Dengan terkejut Muhammad menjawab: "Saya tak dapat
membaca". Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan
lagi seraya katanya lagi: "Bacalah!" Masih dalam ketakutan akan
dicekik lagi Muhammad menjawab: "Apa yang akan saya baca."
Seterusnya malaikat itu berkata: "Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang
menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha
Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang
belum diketahuinya …" Lalu ia mengucapkan bacaan itu. Malaikatpun pergi,
setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.
Setelah menerima wahyu yang pertama itu maka Muhammad menjadi seorang utusan
(rasul), sehingga dia mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran Allah SWT
kepada umat manusia. Setelah menjadi rasul, maka sifat-sifat mulia yang
dimilikinya tdak hanya dimilikinya sendiri, namun dia harus mengajarkan dan
memberi teladan kepada umat manusia untuk berakhlak yang mulia. Nabi Muhammad
bersabda :
Artinya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak)” (HR Ahmad).
Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah
kemuliaan itu semuanya.
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh
dinaikkan-Nya”. (QS Fathir : 10)
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa kemuliaan manusia tidak diukur dari harta,
keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam
masyarakat.
Namun kemuliaan manusia terletak pada ketaatannya kepada Allah SWT dan
kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap, perkataan, maupun perbuatannya dalam
kehidupan sehari-hari. Padahal ketika itu masayarakat Arab sangat menonjolkan
keturunan dan sukunya. Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan berperang
agar sukunya menjadi yang paling terhormat diantara yang lain. Mereka juga
sangat membanggakan harta dan kedudukan. Semakin banyak harta dan memiliki
banyak budak, maka mereka merasa menjadi mulia. Setelah menjadi rasul, Nabi
Muhammad SAW memberikan ajaran yang sangat mulia bahwa sebaik-baik manusia
adalah yang memberi manfaat dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Padahal
perilaku masyarakat Quraisy saat itu seringkali menyengsarakan orang lain,,
mereka semena-mena terhadap orang-orang miskin apalagi terhadap budak-budak
mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad SAW untuk membina manusia agar
berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya sudah buruk. Namun semua itu dilakukan
beliau dengan penuh kesabaran dan dengan cara memberi teladan.
B. Nabi Muhammad Sebagai Rahmat bagi Alam Semesta
Bagi orang-orang yang merasakan bahwa kehidupan para pembesar dan bangsawan
Makkah yang sudah sesat dan keterlaluan, namun mereka tidak mampu berbuat
apa-apa, maka kehadiran Nabi Muhammad saw. seperti seteguk air saat mereka
merasakan dahaga yang sudah sangat lama. Nabi Muhammad saw. mengajarkan tentang
persamaan derajat manusia. Nabi Muhammad saw. juga mengajarkan agar
penyelesaian masalah tidak boleh dilakukan dnegan cara kekerasan, namun harus
dilakukan dengan cara-cara yang damai dan beradab. Hal ini tercermin dalam
tindakan Nabi Muhammad ketika mendamaikan masyarakat Makkah saat akan
meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.
Nabi Muhammad mengajarkan agar manusia bekerja keras untuk dapat memenuhi
kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya maka dia harus mengasihi yang miskin
dengan cara menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka. Orang yang kuat harus
mengasihi yang lemah. Orang tua harus menyayangi anaknya baik anak itu
laki-laki maupun perempuan, sebaliknya anak harus menghormati dan berbakti
kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua. Ketika antar anggota
masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling menghormati, menghargai,
dan mengasihi, maka akan menjadi masyarakat yang damai, aman, tenteram dan
sejahtera. Terbukti, saat ini keadaan Masyarakat Makkah dan Madinah menjadi
masyarakat yang sangat beradab, damai, sejahtera dan mengalami kemajuan yang pesat.
Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada Allah dan senantiasa berpegang
teguh kepada ajaran Nabi Muhammad saw. Dengan demikian sesungguhnya Nabi
Muhammad ditus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam. Nabi tidak
hanya diutus untuk penduduk Makkah saja, atau bagi bangsa Arab saja,
namun nilai-nilai yang dibawanya adalah nilai-nilai universal yang dapat
meningkatkan martabat umat manusia sehingga berbeda dengan binatang.
Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.” (QَS Al Anbiya : 107}
C. Meneladani Dakwah Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat di Makkah
Pada mulanya, dakwah Nabi Muhammad di Makkah dimulai dari sanak keluarga dan
kerabat dekat. Itupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, di rumah salah
seorang sahabat yang bernama Al Arqom bin Abil Arqom Al Makhzumi. Upaya
tersebut membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Kurang lebih tiga tahun
ada 39 orang yang menyatakan iman dan Islam, semuanya dari kerabat dekat dan
sahabat-sahabat yang lain. Di antara kerabat dekat yang masuk Islam waktu itu
antara lain Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Zaid bin Haritsah.
Khadijah, istri nabi, orang yang cukup terpandang dan kaya raya. Abu Bakar,
seorang dermawan yang kaya raya. Ali bin Abi Tholib, seorang pemuda yang cukup
cerdas dan dihormati. Dengan masuk Islamnya orang-orang tersebut membawa
pengaruh besar pada dakwah nabi sampai masa berikutnya. Karena orang-orang
tersebut cukup dihormati di kalangan orang-orang Quraisy.
Di antara sahabat yang menyusul masuk Islam antara lain Usman bin Affan,
Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Fatimah binti
Khatab serta suaminya (Said bin Zaid), Arqam bin Abil Arqam, Thalhah bin
Ubaidillah. Mereka termasuk “Assabiqunal Awwalun”, yakni orang-orang yang
pertama kali masuk Islam. Dakwah secara terang-terangan yang dilakukan Nabi
Muhammad saw. mendapat reaksi cukup keras dari para pemuka dan tokoh Quraisy,
antara lain Abu Lahab (Abdul Uzza), Abu Jahal, Umar ibnu Khatab (sebelum masuk
Islam), Uqbah bin Abi Muatih, Aswad bin Abdi Jaghuts, Hakam bin Abil Ash, Abu
Sufyan bin Harb (sebelum masuk Islam), Ummu Jamil (istri Abu Lahab). Reaksi
keras yang dilakukan oleh para tokoh Quraisy tersebut antara lain berupa
ejekan, hinaan, hasutan, ancaman, dan penganiayaan secara fisik. Hal yang sama
juga dilakukan kepada orang-orang Quraisy sendiri, agar tidak mengikuti seruan
Nabi Muhammad. Namun, Rasulullah tetap tabah dan sabar, dakwah pun tetap
dijalankan. Bahkan semakin terang-terangan dan meluas ke wilayah lain.
Menghadapi sikap Rasulullah tersebut orang-orang Quraisy bertambah marah,
bahkan pernah merencanakan akan melakukan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad.
Rencana tersebut dilakukan menjelang Nabi Muhammad akan hijrah ke Madinah. Atas
pertolongan Allah SWT, waktu itu Nabi selamat dari rencana pembunuhan tersebut.
Kemudian bisa hijrah ke Madinah. Meskipun Nabi Muhammad saw. dengan susah payah
dalam berdakwah karena mendapat tantangan dari Kaum Quraisy, tetapi makin hari
makin didengar orang sehingga makin banyak pengikutnya. Dakwah Nabi Muhammad di
Makah dilakukan kurang lebih selama 13 tahun, dan selebihnya selama 10 tahun
Nabi Muhammad berada di Madinah. Ketika berdakwah di Makkah, tantangan yang
dihadapi oleh Rasulullah dan para sahabat begitu besar. Dari uraian sejarah di
atas dapat diambil pelajaran yang sangat berharga dari cara cara dakwah
Rasulullah yang harus diteladani oleh umat islam, antara lain adalah :
1. Nabi Muhammad berdakwah dengan keeladanan. Sebelum beliau menyampaikan sesuatu,
maka beliau terlebih dahulu melaksanakanya. Jadi, disamping dakwah dengan
lisan, dakwah juga dilakukan dengan perbuatan, sikap, dan keteladanan dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Disampaikan dengan penuh kehati-hatian, sabar, dan menggunakan bahasa yang halus
dan lemah lembut serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
3. Rasulullah saw. memposisikan para pengikutnya sebagai sahabat, hal ini
tercermin dalam sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan ‘sahabat’. Cara
seperti ini menimbulkan rasa simpati yang luar biasa, karena di dalam Islam
nyata-nyata diterapkan kesetaraan.
4. Rasulullah saw. selalu bersama para sahabat-sahabatnya baik dalam keadaan
suka maupun duka, dengan demikian terjalin persatuan, kesatuan, dan solidaritas
umat Islam yang sangat kuat. Dalam berdakwah Rasulullah saw. tidak pernah
memaksakan kehendak, Rasulullah saw hanya menyampaikan ajaran dari Allah SWT,
dan memberikan pemahaman secara rasional dan dengan hati yang jernih. Mengikuti
atau tidak hal itu menjadi hak pribadi masing-masing. Dengan kata lain, dalam
berdakwah Rasulullah saw tidak pernah menggunakan cara-cara kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar